Sabtu, 22 September 2012

Izinkan Praktik Debt colector, BI Pelihara Premanisme di Perbankan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menjadi sumbu persoalan suburnya praktik debt collector di dunia perbankan. Selaku regulator semestinya BI bisa bersikap tegas melarang penggunaan jasa penagih utang itu. Sebab selama ini jasa itu justru mengarah pada praktik intimidasi.
“BI melakukan pembiaran praktik premanisme di perbankan,” kata pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi pada detikcom, Jumat (1/4/2011).
Tulus menjelaskan, BI harus melakukan evaluasi. Jangan mendiamkan saja praktik debt collector yang selama ini justru banyak dikeluhkan masyarakat.
“Selama ini BI membolehkan praktik penggunaan debt collector, dengan catatan tidak boleh ada kekerasan. Harusnya ini tidak boleh, selama ini laporan kepada YLKI praktiknya bergaya preman, sekalipun konsumen dalam posisi benar,” urainya.
Aturan BI yang jadi pegangan selama ini dijadikan alasan dunia perbankan. Hingga akhirnya kalangan perbankan membiarkan praktik intimidasi itu dengan pemikiran yang penting uang kembali.
“Harus dievaluasi, praktik premanisme intimidasi lewat tulisan, ucapan, dan fisik ada. Dan perbankan membiarkan hal itu terjadi,” tuturnya.
Semestinya, untuk mencegah praktik uang macet, perketat pemberian kredit. Selain itu juga harus diganti tenaga debt collector dengan karyawan organik dari bank. Jangan menggunakan outsourcing bila melakukan penagihan, karena mereka mengejar target dan komisi.
“BI harus tegas melarang praktik itu,” dorongnya.



APABILA ANDA MENGALAMI KENDALA DAN BERMASALAH DENGAN PERBANKAN KHUSUSNYA TAGIHAN KARTU KREDIT DAN KTA........
SEGERA HUBUNGI !!!!!!!

Andy Kurniawan,SH (Managing Direktur Mediasi Pratama)
telp : 031-77297000 / 0813 6979 0688
pin bb 21567e37

MEDIASI PRATAMA
Kompleks Ruko Surya Inti Permata Blok F 6-7 lantai 3
Jl. Jemur Andayani Kav 50, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar