Cara Menghindari Surcharge 3%
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) 'geram' karena masih banyak merchant atau toko yang mengenakan biaya tambahan alias surcharge. Pasalnya, surcharge merupakan biaya yang 'haram' dibebankan kepada nasabah.
"Surcharge itu dilarang, dari sisi hukum aturan, tidak boleh ada surcharge," ujar Dewan AKKI, Dodit Probojakti, ketika dikonfirmasi mengenai masih maraknya surcharge.
Dijelaskan Dodit, penerbit sudah melakukan kerjasama dengan merchant ketika merchant akan menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Hal ini, sambungnya dikenal dengan istilah Merchant Discount Rate (MDR).
"MDR ini sudah ada dan sudah masuk dalam keuntungan merchant sekitar 2%-2,5% Maka nasabah jangan mau ketika ada merchant yang membebankan surcharge," tegas Dodit di Jakarta, kepada tim AhliKartuKredit.com.
Menurutnya, merchant kerap kali membebankan surcharge ke nasabah dengan berbagai macam alasan. Merchant, sambungnya kadang meminta 2% atau 3% dari barang yang akan dibeli.
"Maka, jika nasabah membeli barang yang ternyata bisa dilakukan tawar menawar harus diperhatikan ketika merchant meminta tambahan biaya surcharge itu ditolak," katanya.
Namun, Dodit mengatakan ketika merchant bersikukuh ada surcharge maka lebih baik pembayaran dilakukan terlebih dahulu dengan memisahkan surcharge dari harga barang sebenarnya.
"Misalkan saja membeli barang sebesar Rp 1 juta maka jika ada biaya tambahan yang dimaksud adalah surcharge misalnya 3% atau Rp 30.000 maka dipisahkan. Harga barang Rp 1 juta dengan surcharge Rp 30.000 jangan dijadikan satu tetapi dijadikan terpisah sebagai invoice," tuturnya.
Dari situ, Dodit mengatakan nasabah tinggal pergi ke bank penerbit kartu kreditnya untuk mengklaim biaya Rp 30.000 tersebut. "Dari situ pasti bank akan mengganti dan memproses merchant tersebut," katanya.
Proses seperti ini, menurut Dodit jangan segan-segan dilakukan oleh nasabah. Pasalnya, nasabah juga yang akan dirugikan oleh larangan surcharge sebenarnya.
"Surcharge itu dilarang, dari sisi hukum aturan, tidak boleh ada surcharge," ujar Dewan AKKI, Dodit Probojakti, ketika dikonfirmasi mengenai masih maraknya surcharge.
Dijelaskan Dodit, penerbit sudah melakukan kerjasama dengan merchant ketika merchant akan menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Hal ini, sambungnya dikenal dengan istilah Merchant Discount Rate (MDR).
"MDR ini sudah ada dan sudah masuk dalam keuntungan merchant sekitar 2%-2,5% Maka nasabah jangan mau ketika ada merchant yang membebankan surcharge," tegas Dodit di Jakarta, kepada tim AhliKartuKredit.com.
Menurutnya, merchant kerap kali membebankan surcharge ke nasabah dengan berbagai macam alasan. Merchant, sambungnya kadang meminta 2% atau 3% dari barang yang akan dibeli.
"Maka, jika nasabah membeli barang yang ternyata bisa dilakukan tawar menawar harus diperhatikan ketika merchant meminta tambahan biaya surcharge itu ditolak," katanya.
Namun, Dodit mengatakan ketika merchant bersikukuh ada surcharge maka lebih baik pembayaran dilakukan terlebih dahulu dengan memisahkan surcharge dari harga barang sebenarnya.
"Misalkan saja membeli barang sebesar Rp 1 juta maka jika ada biaya tambahan yang dimaksud adalah surcharge misalnya 3% atau Rp 30.000 maka dipisahkan. Harga barang Rp 1 juta dengan surcharge Rp 30.000 jangan dijadikan satu tetapi dijadikan terpisah sebagai invoice," tuturnya.
Dari situ, Dodit mengatakan nasabah tinggal pergi ke bank penerbit kartu kreditnya untuk mengklaim biaya Rp 30.000 tersebut. "Dari situ pasti bank akan mengganti dan memproses merchant tersebut," katanya.
Proses seperti ini, menurut Dodit jangan segan-segan dilakukan oleh nasabah. Pasalnya, nasabah juga yang akan dirugikan oleh larangan surcharge sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar