Bisakah Tagihan Kartu Kredit Diwariskan ?
Pernahkah anda mendapati masalah bahwa salah seorang anggota keluarga meninggal dunia, dan anda di haruskan menanggung hutang kartu kreditnya? Apakah tagihan kartu kredit harus dibayar oleh anak/cucu dari pemegang kartu kredit walaupun pemegang kartu kredit telah meninggal dunia?
Tagihan kartu kredit merupakan hutang atau kewajiban pemegang kartu kredit yang harus dibayarkan kepada bank. Hutang ini dapat diwariskan apabila pemegang kartu kredit meninggal dunia. Berdasarkan hukum perdata berlaku Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Pasal tersebut menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Sebagaimana dikemukakan pula oleh J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.
Namun, Pasal 1045 KUHPerdata menyatakan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.Penolakan warisan ini harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara memberikan pernyataan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (lihat Pasal 1057 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat Pasal 1058 KUHPerdata).
Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Termasuk pembayaran tagihan kartu kredit.
Sedangkan, bagi pewaris dan ahli waris yang beragama Islam, berlaku hukum Islam sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga mengatur mengenai hukum pewarisan. Mengenai kewajiban dari ahli waris untuk melunasi hutang-hutang dari pewaris dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 171 huruf e KHI yang menyatakan bahwa harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Apabila disimpulkan, menurut ketentuan tersebut berarti pemenuhan kewajiban pewaris didahulukan sebelum harta warisan dibagikan kepada para ahli warisnya.
Jadi, berdasarkan hukum perdata maupun hukum Islam, hutang pewaris (dalam hal ini tagihan kartu kredit) tetap harus dibayarkan oleh ahli waris apabila ahli waris menerima pewarisan dari pewaris.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)
semoga bermanfaat.
Tagihan kartu kredit merupakan hutang atau kewajiban pemegang kartu kredit yang harus dibayarkan kepada bank. Hutang ini dapat diwariskan apabila pemegang kartu kredit meninggal dunia. Berdasarkan hukum perdata berlaku Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Pasal tersebut menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Sebagaimana dikemukakan pula oleh J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.
Namun, Pasal 1045 KUHPerdata menyatakan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.Penolakan warisan ini harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara memberikan pernyataan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (lihat Pasal 1057 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat Pasal 1058 KUHPerdata).
Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Termasuk pembayaran tagihan kartu kredit.
Sedangkan, bagi pewaris dan ahli waris yang beragama Islam, berlaku hukum Islam sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga mengatur mengenai hukum pewarisan. Mengenai kewajiban dari ahli waris untuk melunasi hutang-hutang dari pewaris dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 171 huruf e KHI yang menyatakan bahwa harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Apabila disimpulkan, menurut ketentuan tersebut berarti pemenuhan kewajiban pewaris didahulukan sebelum harta warisan dibagikan kepada para ahli warisnya.
Jadi, berdasarkan hukum perdata maupun hukum Islam, hutang pewaris (dalam hal ini tagihan kartu kredit) tetap harus dibayarkan oleh ahli waris apabila ahli waris menerima pewarisan dari pewaris.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)
semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar