Penyelesaian Hutang Yang Sudah Meninggal
Ini ada sebuah cerita nyata mengenai bagaimana hutang kartu kredit bisa menghantui keluarga Anda meskipun Anda sudah meninggal.Teman mempunyai tante yang sudah almarhum. Dia tidak berkeluarga dan tidak meninggalkan ahli waris. Semasa dia hidup ternyata dia mempunyai 12 kartu kredit tanpa diketahui oleh keluarga yang lainnya (ibu dan adik kakaknya). Setelah dia meninggal dunia barulah semua bank-bank tersebut mengirimkan tagihan-tagihannya. Bagaimana cara penyelesaiannya? Menurut ayah saya, apabila ada nasabah yang meninggal dunia maka seluruh tagihan kartu kreditnya dihapuskan karena perusahaan kartu kredit sudah menanggungkan resikonya kepada perusahaan asuransi. Apakah itu benar? Apabila benar, adakah peraturan yang mengaturnya?
Dalam industri asuransi memang dikenal lembaga asuransi kredit yang berfungsi untuk menanggung resiko gagal bayar oleh pemegang kartu kredit. Akan tetapi, asuransi tersebut tidak bersifat wajib, melainkan bergantung pada kebijakan bank dan persetujuan dari pemegang kartu. Jadi, pemegang kartu juga harus menyatakan persetujuannya untuk mengikuti asuransi ini, karena ada premi yang harus dibayar untuk asuransi ini.
Asuransi kredit antara lain diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship (“PMK 124/2008”). Pasal 1 angka 2 PMK 124/2008 tersebut menyatakan:
“Asuransi Kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit”
Dengan asuransi kredit tersebut, perusahaan asuransi membayar ganti rugi pada bank atas ketidakmampuan atau kegagalan atau tidak terpenuhinya kewajiban debitur.
Jadi, tidak semua kartu kredit ada asuransi yang menjamin pelunasan tagihan. Coba cek dokumen-dokumen mendiang tante teman Anda, apakah yang bersangkutan mengikuti asuransi kredit tersebut? Bila ya, maka ada polis asuransi yang sekurang-kurangnya memuat:
a) saat berlakunya pertanggungan;
b) uraian manfaat yang diperjanjikan;
c) cara pembayaran premi;
d) tenggang waktu (grace period) pembayaran premi;
e) kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah;
f) waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi;
g) kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
h) periode di mana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period);
i) penghentian pertanggungan, baik dari pihak penanggung maupun dari pihak pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya;
j) syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam mengajukan klaim;
k) pemilihan tempat penyelesaian perselisihan;
Sebaliknya, apabila ternyata tante teman Anda tidak mengikuti asuransi kredit, itu artinya tagihan kartu kredit tersebut tetap harus dibayar. Yang berkewajiban membayar adalah para ahli waris tante teman Anda. Pasal 833 ayat (1) KUHPer menyatakan bahwa ahli waris dengan sendirinya memperoleh hak milik atas segala barang, piutang dan hak dari si pewaris. Akan tetapi, dalam pewarisan, yang beralih pada ahli waris bukan hanya harta dan hak saja, melainkan juga utang dan kewajiban.
Dalam industri asuransi memang dikenal lembaga asuransi kredit yang berfungsi untuk menanggung resiko gagal bayar oleh pemegang kartu kredit. Akan tetapi, asuransi tersebut tidak bersifat wajib, melainkan bergantung pada kebijakan bank dan persetujuan dari pemegang kartu. Jadi, pemegang kartu juga harus menyatakan persetujuannya untuk mengikuti asuransi ini, karena ada premi yang harus dibayar untuk asuransi ini.
Asuransi kredit antara lain diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship (“PMK 124/2008”). Pasal 1 angka 2 PMK 124/2008 tersebut menyatakan:
“Asuransi Kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit”
Dengan asuransi kredit tersebut, perusahaan asuransi membayar ganti rugi pada bank atas ketidakmampuan atau kegagalan atau tidak terpenuhinya kewajiban debitur.
Jadi, tidak semua kartu kredit ada asuransi yang menjamin pelunasan tagihan. Coba cek dokumen-dokumen mendiang tante teman Anda, apakah yang bersangkutan mengikuti asuransi kredit tersebut? Bila ya, maka ada polis asuransi yang sekurang-kurangnya memuat:
a) saat berlakunya pertanggungan;
b) uraian manfaat yang diperjanjikan;
c) cara pembayaran premi;
d) tenggang waktu (grace period) pembayaran premi;
e) kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah;
f) waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi;
g) kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
h) periode di mana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period);
i) penghentian pertanggungan, baik dari pihak penanggung maupun dari pihak pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya;
j) syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam mengajukan klaim;
k) pemilihan tempat penyelesaian perselisihan;
Sebaliknya, apabila ternyata tante teman Anda tidak mengikuti asuransi kredit, itu artinya tagihan kartu kredit tersebut tetap harus dibayar. Yang berkewajiban membayar adalah para ahli waris tante teman Anda. Pasal 833 ayat (1) KUHPer menyatakan bahwa ahli waris dengan sendirinya memperoleh hak milik atas segala barang, piutang dan hak dari si pewaris. Akan tetapi, dalam pewarisan, yang beralih pada ahli waris bukan hanya harta dan hak saja, melainkan juga utang dan kewajiban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar